Konferensi Internasional di Singapura Bahas Institusi dan Kontekstualisasi Fatwa

Konferensi Internasional di Singapura Bahas Institusi dan Kontekstualisasi Fatwa

Kota Gorontalo – Konferensi Internasional di Singapura Bahas Institusi dan Kontekstualisasi Fatwa

Indonesia mengirimkan delegasi untuk menghadiri Konferensi Internasional tentang Fatwa di Singapura. Konferensi ini diinisiasi oleh Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), dan berlangsung 1 – 3 Februari 2024.

Konferensi melibatkan ulama dan pakar fiqh dari berbagai negara, antara lain: Mesir, Yordan, Arab Saudi, Marokko, Afrika Selatan, dan negara anggota MABIMS, yaitu: Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura.

Hadir sebagai delegasi dari Indonesia, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag RI Dr. Adib, Sekretaris MABIMS Dr. Khoirul Huda Basyir, dan Pejabat Fungsional Ahli Madya Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenag RI Imam Syaukani.

Gambar 1 Konferenso Malaysia

Adib mengatakan, konferensi ini digelar dalam rangka memperkokoh peran umat Islam di tengah kehidupuan kontemporer yang semakin komplek, sekaligus menjawab tantangan dunia muslim yang makin kompleks, baik secara politik, sosial, maupun keberagamaan. “Hal ini meniscayakan terbangunnya kesadaran kolektif di kalangan intelektual muslim dan para ulama sehingga mampu merekontekstualisasi semangat ajaran Islam dalam kehidupan kekinian maupun masa depan yang semakin kompleks,” terang Adib di Singapura, Sabtu (3/2/2024).

Fatwa ulama, kata Adib, memiliki peranan yang sangat penting sebagai pedoman umat Islam, baik secara individu maupun sosial, dalam menghadapi persoalan dalam kehidupan agar tetap mempedomani ajaran agamanya serta mampu beradaptasi dengan konteks kehidupan. Hal ini membutuhkan adanya kesadaran kolektif, tidak hanya dari kalangan intelektual muslim dan fuqaha tetapi juga sarjana yang membidangi berbagai disiplin ilmu, untuk saling berkolabarasi memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan yang dihadapi.

“Konferensi internasional ini diharapkan dapat memperkuat umat Islam dalam menghadapi tantangan kehidupan saat ini dan mendatang melalui fatwa-fatwa yang kontekstual dan dapat menjadi acuan baik secara moral maupun intelektual,” ujar Adib.

“Ini karena umat Islam meyakini bahwa syariah bukan hanya sekedar kumpulan hukum-hukum, melainkan way of life (pedoman hidup) yang senantiasa memberikan arah kehidupan serta solusi atas berbagai persoalan yang didasarkan pada nilai-nilai kemaslahatan universal,” lanjutnya.

Gambar 2 Konferenso Malaysia

Sekretaris MABIMS, Khoirul Huda Basyir menambahkan, konferensi internasional fatwa di Singapura ini membahas dua permasalahan utama. Pertama, bagaimana fatwa yang kontekstual secara etik maupun intelektual mampu memberikan pedoman sekaligus berkontribusi terhadap pemenuhan kepentingan umat dan pembangunan masyarakat secara lebih relevan yang terus mengalami perubahan.

“Forum menyepakati bahwa fatwa hendaknya diproduksi melalui metodologi yang sejalan dengan prinsip-prinsip istinbath ahkam yang mengedepankan mashlahah, serta mempertimbangkan konteks global, politik, maupun sosial, termasuk membangun harmoni di tengah kehidupan masyarakat yang plural,” terang Khoirul Huda.

Kedua, bagaimana institutsi fatwa dapat menjaga keberlangsungan dan ketahanan umat Islam dalam menghadapi berbagai tantangan yang terus berkembang. Tentang hal ini, forum menyepakati bahwa institusi fatwa harus terus dibangun, baik dari sisi kredibilitas maupun integritas. Untuk membangun kredibilitas institusi fatwa, diperlukan independensi serta kemampuan untuk menjadi wahana konsultasi bagi umat.

“Sedangkan untuk membangun integritas, institusi fatwa harus mampu membangun jejaring kerja sama partnership dengan berbagai lapisan masyarakat, para pakar dan ahli di bidang lainnya,” tandasnya.

Sumber: https://www.kemenag.go.id/internasional/konferensi-internasional-di-singapura-bahas-institusi-dan-kontekstualisasi-fatwa-8LJwG

Konferensi Internasional di Singapura Bahas Institusi dan Kontekstualisasi Fatwa

You May Also Like

About the Author: Gunawan Wangata